Bagaimana Jika Perangkat Desa Jarang Masuk Kantor? Ini Aturannya Berdasarkan UU Desa dan Permendagri
Pelayanan publik di tingkat desa memegang peranan penting dalam pembangunan dan kesejahteraan masyarakat. Dalam sistem pemerintahan desa, perangkat desa merupakan ujung tombak dalam melaksanakan tugas pemerintahan yang telah diamanatkan melalui berbagai regulasi, salah satunya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Namun, di lapangan sering muncul persoalan mengenai ketidakhadiran perangkat desa di kantor. Bagaimana jika perangkat desa jarang masuk kantor? Artikel ini mengupas tuntas permasalahan tersebut, mulai dari dasar hukum, konsekuensi administratif hingga solusi praktis guna meningkatkan kinerja aparatur desa.
Pendahuluan
Kehadiran perangkat desa di kantor bukan sekadar formalitas administrasi. Disiplin dan konsistensi dalam menjalankan tugas kantor merupakan cermin profesionalitas dan integritas penyelenggara pemerintahan desa. Dalam era digital yang semakin menuntut transparansi dan akuntabilitas, ketidakdisiplinan seperti jarang masuk kantor dapat berdampak negatif pada pelayanan kepada masyarakat dan kredibilitas pemerintahan desa.
Kondisi ini memicu pertanyaan mendasar: “Bagaimana jika perangkat desa jarang masuk kantor?” Artikel ini akan menguraikan secara lengkap implikasi hukum, tata cara pemberhentian perangkat desa, serta solusi dan rekomendasi perbaikan untuk menciptakan tata kelola pemerintahan desa yang lebih efektif.
Peran dan Tugas Perangkat Desa
Definisi dan Fungsi Perangkat Desa
Perangkat desa adalah aparat yang membantu kepala desa dalam menyelenggarakan pemerintahan serta memberikan pelayanan kepada masyarakat setempat. Sesuai dengan UU Desa Nomor 6 Tahun 2014, perangkat desa memiliki peran penting dalam pelaksanaan:
-
Penerimaan dan pengelolaan administrasi kependudukan.
-
Pelaksanaan program pembangunan desa.
-
Pendampingan dan pembinaan masyarakat.
-
Pengelolaan dan pelaporan data desa secara berkala.
Ketika perangkat desa jarang masuk kantor, maka akan terjadi kekosongan koordinasi dan gangguan dalam alur pelayanan, mulai dari administrasi surat-menyurat hingga penanganan pengaduan masyarakat. Kondisi ini tentu akan merugikan masyarakat desa yang membutuhkan kepastian dan kecepatan informasi.
Pentingnya Kehadiran Fisik di Kantor Desa
Meskipun era digital memudahkan beberapa layanan dilakukan secara daring, kehadiran fisik perangkat desa tetap dibutuhkan untuk:
-
Melakukan verifikasi data secara langsung.
-
Menjalin komunikasi tatap muka dengan warga yang memerlukan penjelasan langsung.
-
Menangani persoalan administratif yang tidak dapat terselesaikan melalui media online.
-
Menunjang koordinasi antar lembaga desa dan instansi di tingkat kecamatan.
Keterbatasan kehadiran dapat menurunkan kualitas pelayanan dan menimbulkan dampak negatif pada citra pemerintahan desa di mata masyarakat.
Dasar Hukum dan Regulasi Terkait
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa
UU Desa merupakan payung hukum utama yang mengatur penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan di desa. Beberapa pasal penting yang relevan dengan disiplin kerja perangkat desa antara lain:
-
Pasal 51 dan Pasal 52: Mengatur larangan dan sanksi administratif bagi perangkat desa yang melakukan pelanggaran, termasuk meninggalkan tugas tanpa alasan yang dapat dipertanggungjawabkan. Misalnya, perangkat desa dilarang merugikan kepentingan umum, menyalahgunakan wewenang, serta meninggalkan tugas selama 60 hari kerja berturut-turut tanpa alasan yang jelas.
-
Pasal 29: Mengatur kewajiban dan larangan bagi kepala desa yang berkaitan dengan pengawasan terhadap kinerja perangkat desa.
Penerapan pasal-pasal tersebut memberikan landasan hukum yang kuat agar setiap pelanggaran, termasuk ketidakhadiran yang tidak sah, dapat ditindaklanjuti melalui sanksi administratif atau bahkan pemberhentian.
Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri)
Permendagri Nomor 67 Tahun 2017
Permendagri ini merupakan aturan yang mengubah Permendagri Nomor 83 Tahun 2015 tentang pengangkatan dan pemberhentian perangkat desa. Beberapa poin pentingnya antara lain:
-
Mekanisme Pemberhentian: Kepala desa diberi kewenangan untuk memberhentikan perangkat desa dengan syarat harus berkonsultasi dengan camat dan mendapatkan rekomendasi tertulis.
-
Kriteria Pemberhentian: Perangkat desa dapat diberhentikan apabila terbukti tidak lagi memenuhi persyaratan, termasuk pelanggaran disiplin seperti tidak hadir dalam menjalankan tugas kantor secara konsisten.
Kedisiplinan dalam kehadiran di kantor merupakan salah satu indikator pemenuhan persyaratan kinerja. Dengan demikian, perangkat desa yang jarang masuk kantor bisa dikenai sanksi administratif berupa teguran lisan, teguran tertulis, bahkan pemberhentian sementara hingga pemberhentian tetap, tergantung pada tingkat pelanggaran.
Permendagri Nomor 83 Tahun 2015 dan Perubahan dalam Permendagri Nomor 67 Tahun 2017
Selain mengatur mekanisme pengangkatan dan pemberhentian, peraturan ini juga menekankan pentingnya evaluasi berkala terhadap kinerja perangkat desa. Kepala desa diharuskan melakukan monitoring secara rutin terhadap kehadiran dan kinerja aparatur untuk memastikan tidak terjadi penyimpangan atau penyalahgunaan wewenang.
Peraturan Pemerintah dan PP Nomor 43 Tahun 2014
Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan UU Desa turut mengatur tentang pengangkatan dan pemberhentian perangkat desa. Dalam konteks disiplin kerja, ketentuan dalam PP ini memberikan pedoman bahwa perangkat desa berhenti bekerja karena:
-
Meninggal dunia.
-
Permintaan sendiri.
-
Diberhentikan oleh kepala desa setelah melalui mekanisme konsultasi dengan camat.
Penerapan ketiga kriteria ini membuka ruang bagi peninjauan ulang kinerja perangkat desa, terutama apabila terdapat indikasi tidak hadir atau mengabaikan tugas kantor yang dapat merugikan pemerintahan desa.
Implikasi Hukum atas Ketidakhadiran Perangkat Desa
Sanksi Administratif
Berdasarkan ketentuan dalam UU Desa dan peraturan pendukungnya, ketidakhadiran perangkat desa yang tidak dapat dipertanggungjawabkan dapat dikenai sanksi administratif berupa:
-
Teguran Lisan: Langkah awal untuk memberikan peringatan kepada perangkat desa agar memperbaiki kinerjanya.
-
Teguran Tertulis: Peringatan resmi yang didokumentasikan dan dapat dijadikan dasar pemberhentian apabila pelanggaran terus berlanjut.
Sanksi administratif ini bertujuan untuk memberikan efek jera sekaligus kesempatan perbaikan agar aparatur desa meningkatkan kedisiplinan dalam menjalankan tugasnya. Jika teguran lisan maupun tertulis tidak menghasilkan perbaikan, mekanisme pemberhentian sementara bahkan pemberhentian tetap dapat diterapkan.
Sanksi Pemberhentian
Dalam kasus pelanggaran berat, seperti ketidakhadiran yang terus-menerus tanpa alasan yang sah, kepala desa memiliki wewenang untuk:
-
Memberhentikan Sementara: Sebagai bentuk sanksi awal untuk mengembalikan disiplin dan memberikan ruang evaluasi. Perangkat desa yang diberhentikan sementara dapat dikembalikan ke jabatan apabila terbukti tidak bersalah atau telah memperbaiki kinerjanya.
-
Memberhentikan Tetap: Apabila pelanggaran tidak kunjung diperbaiki, maka perangkat desa dapat diberhentikan secara tetap sesuai dengan mekanisme dan prosedur yang telah ditetapkan oleh Permendagri.
Ketentuan pemberhentian ini bukan semata-mata untuk memberikan hukuman, tetapi sebagai upaya menjaga integritas penyelenggaraan pemerintahan desa dan memastikan bahwa pelayanan kepada masyarakat tidak terganggu.
Konsekuensi bagi Pelayanan Publik Desa
Ketidakhadiran perangkat desa secara signifikan dapat menimbulkan dampak negatif terhadap:
-
Pelayanan Administrasi: Proses pengurusan surat, pengelolaan data kependudukan, dan administrasi desa lainnya menjadi terhambat.
-
Koordinasi Internal: Komunikasi dan koordinasi antara perangkat desa, kepala desa, dan pihak kecamatan terganggu sehingga potensi terjadinya inefisiensi dan miskomunikasi meningkat.
-
Kepercayaan Masyarakat: Masyarakat akan kehilangan kepercayaan pada pemerintah desa apabila pelayanan tidak berjalan dengan baik, yang pada akhirnya berdampak pada partisipasi dalam program pembangunan desa.
Dalam konteks hukum, ketidakpatuhan ini tidak hanya merusak citra pemerintahan desa, tetapi juga bisa menjadi dasar bagi masyarakat untuk mengajukan pengaduan atau bahkan melibatkan instansi pengawas seperti Ombudsman.
Faktor Penyebab Perangkat Desa Jarang Masuk Kantor
1. Kurangnya Disiplin dan Komitmen
Salah satu penyebab utama adalah rendahnya tingkat disiplin dan komitmen dari beberapa perangkat desa. Faktor internal seperti kurangnya motivasi, minimnya pengawasan dari kepala desa, serta budaya kerja yang tidak profesional dapat menyebabkan perangkat desa menganggap kehadiran di kantor tidak terlalu penting.
2. Kondisi Fisik dan Geografis
Di beberapa daerah, kendala geografis seperti jarak yang jauh antara rumah dan kantor desa atau kondisi infrastruktur yang kurang mendukung juga dapat memengaruhi kehadiran perangkat desa. Meskipun demikian, hal ini seharusnya diatasi dengan penjadwalan ulang atau pengaturan transportasi sehingga tugas tetap terlaksana.
3. Tugas yang Tidak Terstruktur
Kurangnya pengaturan waktu dan struktur tugas di kantor desa dapat menyebabkan beberapa perangkat desa merasa kebebasan yang berlebihan dalam menentukan jadwal kehadiran. Tanpa adanya monitoring yang ketat, jadwal kerja yang fleksibel malah dapat disalahgunakan.
4. Ketidaktahuan atau Minimnya Sosialisasi Regulasi
Tidak semua perangkat desa memahami secara mendalam tentang dasar hukum dan konsekuensi dari ketidakhadiran yang tidak dapat dipertanggungjawabkan. Sosialisasi yang kurang mengenai peraturan, seperti pasal-pasal dalam UU Desa dan Permendagri, dapat membuat mereka tidak menyadari pentingnya kehadiran di kantor.
Solusi dan Rekomendasi
1. Penguatan Pengawasan dan Evaluasi Berkala
Kepala desa harus meningkatkan peran pengawasan terhadap kehadiran perangkat desa dengan:
-
Monitoring Harian: Membuat daftar hadir dan melakukan evaluasi secara berkala terhadap absensi. Penerapan sistem absensi digital juga dapat menjadi solusi untuk mengurangi potensi kecurangan.
-
Pertemuan Rutin: Mengadakan rapat koordinasi harian atau mingguan yang mewajibkan kehadiran seluruh perangkat desa. Hal ini tidak hanya meningkatkan disiplin, tetapi juga memperkuat komunikasi internal.
2. Sosialisasi dan Pendidikan Hukum
Melakukan sosialisasi berkala mengenai dasar hukum dan etika kerja kepada seluruh perangkat desa:
-
Pelatihan dan Workshop: Mengadakan pelatihan tentang tata kelola pemerintahan desa, termasuk pembahasan mendalam mengenai UU Desa, Permendagri Nomor 67/2017, dan PP Nomor 43/2014.
-
Buku Panduan Internal: Menyusun dan mendistribusikan buku panduan atau pedoman kerja yang mencantumkan standar operasional prosedur (SOP) mengenai kehadiran dan disiplin kerja.
3. Penerapan Sanksi Secara Tegas dan Konsisten
Untuk menekan budaya ketidakdisiplinan, perlu diterapkan sanksi yang konsisten:
-
Sanksi Administratif: Mulai dari teguran lisan, teguran tertulis hingga pemberhentian sementara jika perangkat desa tidak memperbaiki kinerjanya.
-
Konsultasi dengan Pihak Atasan: Dalam proses pemberhentian, kepala desa harus melakukan konsultasi dengan camat dan mendapatkan rekomendasi tertulis sebagai dasar hukum pemberhentian. Hal ini memastikan bahwa langkah yang diambil sesuai dengan peraturan yang berlaku.
4. Penataan Ulang Struktur Organisasi
Menyusun ulang struktur organisasi di lingkungan desa agar distribusi tugas lebih merata dan jelas:
-
Pembagian Tugas yang Jelas: Menetapkan tugas dan tanggung jawab setiap perangkat desa secara detail sehingga tidak terjadi tumpang tindih atau celah yang bisa dimanfaatkan.
-
Penunjukan Koordinator Khusus: Menunjuk koordinator atau petugas khusus untuk memantau absensi dan kinerja perangkat desa secara real time.
5. Pemanfaatan Teknologi Informasi
Menerapkan sistem digitalisasi di pemerintahan desa untuk mendukung tata kelola dan transparansi:
-
Aplikasi Absensi Digital: Menggunakan aplikasi absensi berbasis smartphone atau sistem informasi manajemen desa agar kehadiran perangkat desa tercatat secara otomatis.
-
Dashboard Kinerja: Membuat dashboard kinerja yang dapat diakses oleh kepala desa dan masyarakat sebagai bentuk transparansi dalam pelaksanaan tugas aparatur desa.
Studi Kasus: Dampak Ketidakhadiran pada Pelayanan Desa
Contoh Dampak Langsung
Di beberapa desa di wilayah Jawa Barat, terdapat laporan bahwa ketidakhadiran perangkat desa menyebabkan keterlambatan dalam pengurusan surat-surat penting dan pelayanan administrasi. Misalnya, pengurusan KTP, surat keterangan, dan administrasi kependudukan yang mengalami penundaan. Dampak ini kemudian menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah desa.
Dampak Terhadap Pembangunan Desa
Ketika perangkat desa tidak hadir secara konsisten, berbagai program pembangunan desa terhambat. Program seperti pembangunan infrastruktur, pendampingan UMKM, dan penyuluhan kesehatan menjadi tidak maksimal karena koordinasi yang tidak berjalan dengan baik. Akibatnya, potensi pertumbuhan ekonomi dan peningkatan kualitas hidup masyarakat desa tidak optimal.
Ulasan Hukum dan Dampak Pengawasan
Dalam penelitian yang dipublikasikan di beberapa jurnal hukum, terdapat ulasan bahwa sanksi administratif bagi penyelenggara pemerintahan desa (baik kepala desa maupun perangkat desa) seharusnya menjadi pendorong untuk meningkatkan disiplin. Penelitian tersebut menekankan bahwa penerapan sanksi berupa teguran lisan dan tertulis merupakan langkah preventif yang efektif. Jika sanksi tersebut diabaikan, maka pemberhentian sementara atau tetap harus dijatuhkan sebagai bentuk tanggung jawab atas ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-undangan. Hal ini juga ditegaskan oleh beberapa studi di jurnal Lex Crimen dan sumber-sumber hukum lain yang mengkaji sanksi administratif bagi aparatur desa.
Rekomendasi Kebijakan bagi Pemerintah Desa
Memperkuat Integritas Aparatur Desa
Pemerintah desa hendaknya mengedepankan prinsip transparansi, akuntabilitas, dan profesionalitas dalam manajemen aparatur. Beberapa langkah yang dapat diambil meliputi:
-
Evaluasi Kinerja Secara Periodik: Menyusun indikator kinerja yang jelas (Key Performance Indicators/KPI) bagi perangkat desa, termasuk kehadiran di kantor, produktivitas kerja, dan kualitas pelayanan kepada masyarakat.
-
Insentif Positif: Selain sanksi, memberikan penghargaan atau insentif bagi perangkat desa yang menunjukkan disiplin dan kinerja luar biasa. Misalnya, bonus kinerja, sertifikat penghargaan, atau kenaikan jabatan bagi yang konsisten hadir dan aktif berinovasi.
Sinergi dengan Instansi Terkait
Kolaborasi antara pemerintah desa dengan instansi lain seperti Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (PMD) serta kecamatan sangat penting untuk:
-
Monitoring dan Pendampingan: Melakukan supervisi bersama untuk memastikan perangkat desa melaksanakan tugasnya sesuai standar.
-
Penyelesaian Sengketa Internal: Jika terjadi konflik terkait disiplin kehadiran, instansi di atas dapat berperan sebagai mediator untuk mencari solusi yang adil dan sesuai dengan aturan hukum.
Penguatan Regulasi Internal Desa
Meskipun dasar hukum nasional sudah cukup jelas, masing-masing desa sebaiknya memiliki peraturan desa (Peraturan Desa) yang mengatur lebih rinci mengenai:
-
Jam Kerja dan Absensi: Menetapkan jam kerja, tata cara pencatatan absensi, serta sanksi bagi pelanggar.
-
Standar Pelayanan Publik: Menyusun standar pelayanan yang mengharuskan kehadiran perangkat desa sebagai indikator utama efektivitas pelayanan.
Dengan adanya peraturan internal yang tegas, diharapkan setiap perangkat desa dapat memahami kewajiban mereka dan menghindari perilaku yang merugikan pelayanan kepada masyarakat.
Upaya Peningkatan Disiplin Melalui Teknologi dan Inovasi
Digitalisasi Proses Administrasi
Implementasi teknologi informasi dalam manajemen desa tidak hanya berfokus pada pencatatan absensi, tetapi juga meliputi:
-
Sistem Informasi Manajemen Desa (SIMDES): Aplikasi ini membantu memantau setiap aktivitas perangkat desa secara real time. Data kehadiran, pengurusan administrasi, serta progres program pembangunan dapat diakses oleh pimpinan desa maupun masyarakat.
-
Aplikasi Pengaduan Masyarakat: Dengan adanya sistem pengaduan daring, masyarakat dapat dengan mudah menyampaikan keluhan atau kritik apabila perangkat desa tidak hadir atau kurang responsif. Informasi ini dapat digunakan sebagai bahan evaluasi kinerja aparatur desa.
Pelatihan Digital bagi Aparatur Desa
Melakukan pelatihan rutin mengenai pemanfaatan teknologi dan aplikasi digital dalam pekerjaan:
-
Workshop dan Seminar: Mengadakan seminar tentang penggunaan aplikasi digital yang memudahkan monitoring kehadiran serta tata kelola administrasi.
-
Pendampingan Teknis: Menyediakan pendampingan teknis agar perangkat desa yang belum terbiasa dengan teknologi dapat segera menguasai sistem yang diterapkan.
Studi Literatur dan Rujukan Hukum
Tinjauan Akademis
Beberapa studi akademis yang telah dilakukan mengungkapkan bahwa penerapan sanksi administratif dan pemberhentian bagi perangkat desa merupakan upaya preventif untuk menjaga kualitas pelayanan publik. Salah satu penelitian di jurnal Lex Crimen menyebutkan bahwa sanksi administratif seperti teguran lisan dan tertulis merupakan langkah awal dalam menangani pelanggaran disiplin aparatur desa, sebelum berlanjut pada sanksi yang lebih berat.
Selain itu, tinjauan literatur juga menyoroti pentingnya penerapan regulasi secara konsisten di seluruh tingkatan pemerintahan desa. Hal ini didukung oleh data empiris yang menunjukkan korelasi positif antara disiplin kehadiran perangkat desa dengan peningkatan kinerja pelayanan publik.
Rujukan Hukum Utama
Untuk mendukung argumen dan rekomendasi yang disampaikan, berikut adalah beberapa rujukan hukum yang relevan:
-
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa
Mengatur segala hal terkait penyelenggaraan pemerintahan desa, termasuk tugas dan kewajiban perangkat desa serta sanksi atas pelanggaran disiplin kerja. -
Permendagri Nomor 67 Tahun 2017
Merupakan aturan pengangkatan dan pemberhentian perangkat desa yang mengatur mekanisme sanksi dan konsultasi dengan camat. -
PP Nomor 43 Tahun 2014
Memberikan pedoman pelaksanaan UU Desa yang turut menyentuh aspek pengelolaan administrasi dan kinerja perangkat desa.
Implikasi Praktis bagi Kepala Desa dan Masyarakat
Tanggung Jawab Kepala Desa
Kepala desa memiliki tanggung jawab strategis dalam mengelola dan mengawasi kinerja perangkat desa. Dalam konteks ketidakhadiran, beberapa langkah yang sebaiknya dilakukan oleh kepala desa adalah:
-
Pengawasan Intensif: Melakukan monitoring kehadiran secara rutin dan mendokumentasikan setiap pelanggaran.
-
Koordinasi dengan Camat: Selalu melakukan konsultasi dan mendapatkan rekomendasi tertulis apabila diperlukan sanksi administratif atau pemberhentian perangkat desa.
-
Transparansi kepada Masyarakat: Menyampaikan laporan kinerja aparatur desa secara berkala kepada masyarakat sebagai bentuk akuntabilitas.
Kepala desa harus menjadi teladan dalam menegakkan disiplin, sehingga kebijakan yang diambil tidak hanya berdampak pada peningkatan kinerja aparatur, tetapi juga meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah desa.
Harapan Masyarakat Desa
Masyarakat desa tentu berharap agar setiap perangkat desa dapat menjalankan tugasnya dengan optimal. Kehadiran yang konsisten di kantor desa merupakan cerminan dedikasi dan profesionalisme yang secara langsung berpengaruh pada:
-
Pelayanan Publik yang Cepat dan Tepat: Pengurusan administrasi yang lancar dan responsif terhadap kebutuhan masyarakat.
-
Peningkatan Kualitas Hidup: Dengan pelayanan yang baik, program pembangunan desa dapat berjalan lebih maksimal sehingga meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
-
Partisipasi Masyarakat dalam Pembangunan: Masyarakat akan lebih percaya dan berpartisipasi aktif apabila mereka melihat integritas dan profesionalisme aparatur desa.
Oleh karena itu, penegakan disiplin kehadiran perangkat desa bukan hanya persoalan internal aparatur, tetapi juga merupakan investasi penting dalam membangun kepercayaan dan partisipasi aktif masyarakat.
Kesimpulan
Ketidakhadiran perangkat desa secara konsisten di kantor memiliki implikasi yang cukup serius bagi tata kelola pemerintahan desa. Dengan dasar hukum yang kuat melalui UU Desa Nomor 6 Tahun 2014, Permendagri Nomor 67 Tahun 2017, serta PP Nomor 43 Tahun 2014, setiap pelanggaran disiplin kerja seperti jarang masuk kantor harus mendapatkan perhatian serius. Sanksi administratif, mulai dari teguran lisan hingga pemberhentian, merupakan langkah tegas yang perlu diterapkan untuk menjaga integritas dan efektivitas pelayanan publik di desa.
Upaya perbaikan mencakup peningkatan pengawasan, sosialisasi hukum, pemanfaatan teknologi digital, serta penyusunan peraturan internal yang lebih rinci. Kepala desa memiliki peran sentral dalam mengawasi dan memastikan seluruh perangkat desa menjalankan tugasnya dengan baik. Di sisi lain, masyarakat desa juga berhak mendapatkan pelayanan yang profesional dan transparan.
Dengan menerapkan rekomendasi yang telah diuraikan, diharapkan tata kelola pemerintahan desa dapat ditingkatkan, sehingga setiap perangkat desa tidak hanya hadir secara fisik di kantor, tetapi juga aktif dan produktif dalam menjalankan fungsi pelayanan kepada masyarakat.
Post a Comment for "Bagaimana Jika Perangkat Desa Jarang Masuk Kantor? Ini Aturannya Berdasarkan UU Desa dan Permendagri"